KELOMPOK I
MATERI KETIGA
KETUA :
DINDA FITRI AMALIA (13214164)
DINDA FITRI AMALIA (13214164)
ANGGOTA :
ADDINI DAULATI HAQQUE (10214179)
ANANDA WAHYU QUEENSILA (10214994)
ADDINI DAULATI HAQQUE (10214179)
ANANDA WAHYU QUEENSILA (10214994)
SYIARA ALMADANI (1A214619)
ULI SEPTIYANA (1A214931)
VANIA PRICILIA (1A214972)
KELAS : 3EA10
MODEL
ETIKA DALAM BISNIS, SUMBER NILAI ETIKA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ETIKA MANAJERIAL
A.
MODEL ETIKA DALAM BISNIS
Carroll
dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga tingkatan manajemen
dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya.
1. Immoral Manajemen
Immoral
manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan
prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada
umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik
dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas
bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya
memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas
untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau
kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang
disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
2. Amoral Manajemen
Tingkatan
kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral
manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen
seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada
dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak
sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para
manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang
diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada
pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan
apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer
tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa
keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak.
Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang
berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe
manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya
memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara
sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis
mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe
ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi
kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar
dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono
(1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis
dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya
sebagai berikut :
Bisnis
adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan
ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat
berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Orang
yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan
berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang
tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
Kalau
suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis
amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka”
(kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan
sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun
ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini
membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
3. Moral Manajemen
Tingkatan
tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah
moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas
diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan
aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan
mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan
prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk
dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis
yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam
komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang
berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka
patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi
dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu
melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan
aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis
yang diambilnya.
LEADERSHIP
/ KEPEMIMPINAN
Satu
hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang
pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang
senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis
sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika
yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan
spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini.
Kepemimpinan
yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis
memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin
sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong
karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan
teraktualisasi.
STRATEGI
DAN PERFOMASI ETIKA BISNIS
Fungsi
yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi
tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan
perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya
berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan
besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan
standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut
excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna
mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.
KARAKTER
INDIVIDU
Perjalanan
hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam
menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu
ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja
atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
Semua
kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang
diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam
kehidupannya dalam bentuk perilaku.
Faktor-faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini
adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh
lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja akan
membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Faktor yang
ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa
kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas
seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara
atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait
dengan status individu tersebut yang
akan melekat pada diri individu tersebut yang terwuju dari tingkah lakunya.
BUDAYA
ORGANISASI
Budaya
organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola
tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya
perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh
kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan
sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan tersebut, sehingga
kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku
yang pantas dan mana yang tidak pantas.
Budaya-budaya
perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja,
juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam
perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi
dan misi perusahaan.
Banyak
hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan.
Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu
untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat
sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga
budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.
B. SUMBER NILAI ETIKA
Sumber-sumber
yang dapat dan layak digunakan seseorang atau pelaku bisnis bagi
kegiatan-kegiatan bisnis yang bernilai etika antara lain adalah: filsafat,
pengalaman budaya, hukum dan agama.
- Filosofi
Sumber
utama nilai-nilai etika yang dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam
pengelolaan dan pengendalian perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya
adalah filsafat. Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai
kebenaran yang bersumber dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang
terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
·
- Budaya
Referensi
penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah
pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya
yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami
transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima
oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku
seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar.
- Hukum
Hukum
merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi
tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak
mewarnai lilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang
ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk
mencapai kebahagiaan.
Selain
hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan
informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada
suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional.
Harapan-harapan etika ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur
serta mendorong perbaikan masalah yang dipandang buruk atau baik dalam suatu
komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih menemukan kendala-kendala
penyelenggaraan hukum etika di Indonesia.
- Agama
Agama
adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang
absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang
bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama
mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para
penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan
kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi bisnis secara luas
harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah.
C.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETIKA MANAJERIAL
·
Ciri-ciri individu
Ditemukan
dua variabel kepribadian yang mempengaruhi tindakan-tindakan individu menurut
keyakinan-keyakinannya tentang apa yang benar dan salah : kekuatan ego dan
tempat kendali. Kekuatan ego adalah ukuran kepribadian tentang kekuatan
keyakinan-keyakinan seseorang .Orang yang tinggi skor kekuatan egonya cenderung
melawan dorongan-dorongan dan lebih sering mengikuti keyakinan-keyakinan mereka
daripada orang-orang yang rendah kekuatan egonya.
·
Variabel-variabel struktural
Desain
struktural sebuah organisasi menolong membentuk perilaku moral
manajer-manajernya. Struktur-struktur tertentu memberikan bimbingan kuat,
sementara struktur-struktur lain hanya menciptakan ketidakjelasan bagi para
manajer. Desain-desain struktural yang meminimalkan ketidakj elasan dan
terus-menerus mengingatkan para manajer tentang apa yang “etis” lebih cenderung
mendorong perilaku etis.
·
Budaya organisasi
Budaya
yang kuat akan lebih banyak mempengaruhi para manajer daripada kebudayaan yang
lemah . apabila budaya itu kuat dan menopang standar etika yang tinggi, budaya
itu tentunya akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat dan positif tehadap
perilaku etis seorang manajer.
·
Tempat Kendali (locus of control)
Tempat
kendali adalah suatu sifat kepribadian yang mengukur derajat sampai di mana
orang berpendapat bahwa mereka adalah berkuasa atas nasib mereka sendiri,
sementara orang-orang yang memilki tempat kendali eksternal berpendapat bahwa
apa yang terjadi terhadap mereka dalam hidup itu disebabkan oleh keberuntungan
atau kebetulan. Dari sudut pandang etis, orang-orang yang etis, orang –orang
yang eksternal itu kurang cenderung memikul tanggung jawab pribadi bagi
akibat-akibat perilaku mereka dan lebih cenderung mengandalkan
kekuatan-kekuatan eksternal. Orang-orang internal itu, sebaliknya, lebih
cenderung memikul tanggung jawab bagi akibat-akibat dan mengandalkan standar
batin mereka sendiri mengenai benar dan salah untuk membimbing perilaku mereka.
D. KASUS SUMBER ETIKA
DALAM BISNIS
Kasus
1
Telkomsel
Diduga Lakukan Manipulasi dalam Iklan Talkmania
3/02/2009
16:10 WIB
Telkomsel
diduga melakukan manipulasi dalam program “Talkmania” dengan tetap menarik
pulsa pelanggan meski keutamaan dalam program itu tidak diberikan. Salah
seorang warga Kota Medan, Mulyadi (37) di Medan, Selasa, mengatakan, dalam
iklannya, Telkomsel menjanjikan gratis menelepon ke sesama produk operator
selular itu selama 5.400 detik (90 menit -red).
Untuk
mendapatkan layanan itu, pulsa pelanggan akan dikurangi Rp3 ribu setelah
mendaftar melalui SMS “TM ON” yang dikirim ke nomor 8999 terlebih dulu.Namun,
pelanggan sering merasa kecewa karena layanan itu selalu gagal dan hanya
dijawab dengan pernyataan maaf disebabkan sistem di operator selular tersebut
sedang sibuk serta disuruh mencoba lagi.Tapi pulsa pelanggan tetap dikurangi,
dan apabila terus dicoba tetap juga gagal, sedangkan pulsa terus dikurangi,
katanya.
Warga
Kota Medan yang lain, Ulung (34) mengatakan, penggunaan layanan Talkmania yang
diiklankan Telkomsel itu seperti “berjudi”. “Kadang-kadang berhasil,
kadang-kadang gagal, namun pulsa tetap ditarik,” katanya.
Direktur
Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi, SH, MHum
mengatakan, layanan iklan Telkomsel itu dapat dianggap manipulasi karena
terjadinya “misleading” atau perbedaan antara realisasi dengan janji.
Pihaknya
siap memfasilitasi dan melakukan pendampingan jika ada warga yang merasa
dirugikan dan akan menggugat permasalahan itu secara hukum.Secara sekilas, kata
Farid, permasalahan itu terlihat ringan karena hanya mengurangi pulsa telepon
selular masyarakat sebesar Rp3 ribu.Namun jika kejadian itu dialami satu juta
warga saja dari sekian puluh juta pelanggan Telkomsel, maka terdapat dana Rp3
miliar yang didapatkan operator selular itu dari praktik manipulasi iklan
tersebut.
Departemen
Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi
Indonesia (BRTI) perlu turun tangan menangani hal itu agar masyarakat tidak
terus dirugikan.Apabila ditemukan bukti adanya praktik manipulasi itu,
diharapkan Depkominfo dan BRTI menjatuhkan sanksi yang tegas agar perbuatan itu
tidak terjadi lagi. Semua peristiwa itu terjadi karena iklan operator selular
selama ini sering menjebak, saling menjatuhkan dan tidak memiliki aturan yang
jelas, katanya.
Humas
Telkomsel Medan, Weni yang dikonfirmasi mengatakan, pihaknya akan melakukan
pengecekan terhadap nomor pelanggan yang merasa dirugikan dalam layanan
Talkmania tersebut. “Namun, Telkomsel telah ‘merefine’ atau mengembalikan
kembali pulsa nomor-nomor (handpone) yang gagal itu,” katanya.
Kasus
2
SEBANYAK
56 BIRO IKLAN MELAKUKAN PELANGGARAN ETIKA.
Laporan
: H.Erry Budianto. | Bandung-Surabayawebs.com
Badan
Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) sedikitnya
telah menegur 56 perusahaan iklan atas pelanggaran etika selama dua tahun
terakhir ini.
Pelanggaran
ini berupa penampilan iklan yang superlative, yaitu memunculkan produk sebagai
yang terbaik atau termurah. Iklan superlative ini acapkali dibumbui
kecenderungan menjatuhkan pesaing di pasaran. “Jika semua bilang baik,
termurah, ini akan membingungkan masyarakat dan pelanggan,” ujar Ketua Badan
Pengawas PPPI, FX Ridwan Handoyo kepada wartawan, belum lama ini.
Dia
mencontohkan iklan pada industri telekomunikasi. Setiap operator telekomunikasi
mengaku menawarkan tariff termurah. Bahkan ada iklan yang menyebutkan bahwa
produk paling murah meriah. Juga ada iklan produk kesehatan atau kosmetik yang
menyebutkan paling efektif. “Tapi semua iklan superlative itu tidak didukung
oleh bukti yang kuat. Jadi bisa merugikan masyarakat dan pelanggannya,”
tuturnya kemudian.
Surat
teguran dilayangkan setelah Badan Pengawas PPPI menemukan dugaan pelanggaran
berdasarkan pengaduan masyarakat atau hasil pantauan, Kepada perusahaan
periklanan anggota PPPI, Badan pengawas PPPI melakukan peneguran sekaligus
meminta keterangan. Sedangkan kepada perusahaan non anggota, surat teguran
berupa imbauan agar menjunjung tinggi etika beriklan.
Ridwan
menyebutkan dari 149 kasus yang ditangani Badan Pengawas PPPI, tahun 2006
sebanyak 56n kasus dan 93 kasus di tahun 2007. Sebanyak 90 kasus telah
dinyatakan melakukan pelanggaran dan 44 kasus lainnya masih dalam penanganan.
Dari yang diputus melanggan etika, 39 kasus tak mendapatb respon oleh agensi.
Untuk itu BP PPPI menruskannya ke Badan Musyawarah Etika PPPI.
Jumlah
perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu ada
kemungkinan terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar.
Diakuinya, selama ini rambu-rambu periklanan hanya diatur dalam bentuk Etika
Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada aturan hukum yang jelas,
pelanggaran tetap banyak,’ katanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Pujiati,
Danisa. “Model Etika dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Etika Manajerial”. 29 Maret 2017. http://danisapujiati94.blogspot.co.id/2015/10/model-etika-dalam-bisnis-sumber-nilai.html?m=1
Icha.
“Sumber-sumber Nilai Etika”. 29 Maret 2017. http://nurmalikayunaeni21.blogspot.co.id/2010/11/sumber-sumber-nilai-etika.html
Rahayu,
Yoel Aulia. “Etika Manajerial dan Tanggung Jawab Sosial”. 29 Maret 2017. http://auliayoel.blogspot.co.id/2011/12/etika-manajerial-dan-tanggung-jawab.html
Riansyah,
Mochammad. “Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis”. 29 Maret 2017. http://m-r-a-a.weebly.com/home/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar