Senin, 05 Januari 2015

TULISAN 4 ILMU BUDAYA DASAR



Nama   :           Addini Daulati Haqque
Kelas   :           1EA07
NPM   :           10214179
Tulisan 4 Ilmu Budaya Dasar

Manusia dan Tanggung Jawab
Penulis : Rahmat Hermawan Adi Saputro

Dikisahkan, sebuah keluarga mempunyai anak semata wayang. Ayah dan ibu sibuk bekerja dan cenderung memanjakan si anak dengan berbagai fasilitas. Hal tersebut membuat si anak tumbuh menjadi anak yang manja, malas, dan pandai berdalih untuk menghindari segala macam tanggung jawab.
Setiap kali si ibu menyuruh membersihkan kamar atau sepatunya sendiri, ia dengan segera menjawab, "Aaaah Ibu. Kan ada si bibi yang bisa mengerjakan semua itu. Lagian, untuk apa dibersihkan, toh nanti kotor lagi." Demikian pula jika diminta untuk membantu membersihkan rumah atau tugas lain saat si pembantu pulang, anak itu selalu berdalih dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal.
Ayah dan ibu sangat kecewa dan sedih melihat kelakuan anak tunggal mereka. Walaupun tahu bahwa seringnya memanjakan anaklah yang menjadi penyebab sang anak berbuat demikian. Mereka pun kemudian berpikir keras, bagaimana cara merubah sikap si anak? Mereka pun berniat memberi pelajaran kepada anak tersebut. Suatu hari, atas kesepakatan bersama, uang saku yang rutin diterima setiap hari, pagi itu tidak diberikan. Si anak pun segera protes dengan kata-kata kasar, "Mengapa Papa tidak memberiku uang saku? Mau aku mati kelaparan di sekolah ya?" Sambil tersenyum si ayah menjawab, "Untuk apa uang saku, toh nanti habis lagi?".
Demikian pula saat sarapan pagi, dia duduk di meja makan tetapi tidak ada makanan yang tersedia. Anak itu pun kembali berteriak protes, "Ma, lapar nih. Mana makanannya? Aku buru-buru mau ke sekolah." "Untuk apa makan? Toh nanti lapar lagi?" jawab si ibu tenang. Sambil kebingungan, si anak berangkat ke sekolah tanpa bekal uang dan perut kosong. Seharian di sekolah, dia merasa tersiksa, tidak bisa berkonsentrasi karena lapar dan jengkel. Dia merasa kalau orangtuanya sekarang sudah tidak lagi menyayanginya.
Pada malam hari, sambil menyiapkan makan malam, sang ibu berkata, "Anakku. Saat akan makan, kita harus menyiapkan makanan di dapur. Setelah itu, ada tanggung jawab untuk membersihkan perlengkapan kotor. Tidak ada alasan untuk tidak mengerjakannya dan akan terus begitu selama kita harus makan untuk kelangsungan hidup. Sekarang makan, besok juga makan lagi. Hari ini mandi, nanti kotor, dan harus juga mandi lagi. Hidup adalah rangkaian tanggung jawab, setiap hari harus mengulangi hal-hal baik. Jangan berdalih, tidak mau melakukan ini itu karena dorongan kemalasan kamu. Ibu harap kamu mengerti." Si anak menganggukkan kepala, "Ya Ayah-Ibu, saya mulai mengerti. Saya juga berjanji untuk tidak akan mengulangi lagi."



Manusia dan Pandangan Hidup
Penulis : Addini Daulati Haqque

Senja mulai menjelang, langit yang tadinya cerah kian lama mulai meredup ditambah dengan gradasi oranye di balik awan yang menggelap, menandakan bahwa akan terjadi pergantian waktu dari siang ke malam. Di tepian danau pinggir taman, Aurora, Melody, dan Annabelle sedang menikmati indahnya senja dengan sedikit tiupan angin yang memanjakan mereka dengan kenikmatan tersebut. Semua tenang, melepas penat dan masalah yang mereka alami.
            Sampai pada akhirnya, Annabelle memecahkan kesunyian tersebut. Seketika dia bertanya, “hey Aurora, apakah kamu pernah mengalami masalah yang rumit? Yang sampai-sampai kamu sendiri pusing untuk memikirkannya?”. Aurora dengan santainya menjawab “aku lupa, kenapa memangnya Annabelle?”. Dengan wajah tengilnya, Annabelle menjawab “alah… aku lupa, dengan wajah cantik seperti itu, kepribadian baik, kehidupan yang tercukupi, bahkan pintar sepertimu pasti kamu tidak mempunyai masalah yang serius. Kamukan serba hidup enak dan tercukupi.”
            Aurora mulai serius memperhatikan Annabelle, ia heran mengapa tiba-tiba Annabelle menanyakan hal tersebut bahkan berpikiran berlebihan terhadap Aurora. Namun Aurora mengerti, pasti Annabelle sedang mengalami masalah sulit, karena begitulah Annabelle, sering melihat orang sebelah mata, mengganggap dirinya paling menyedihkan, bahkan membantah masukan dari orang lain yang berusaha mengubah sudut pandangnya. Aurora hanya tersenyum melihat Annabelle, dan kembali menikmati senja.
            Namun kini Melody yang menanggapi, ternyata ia menyimak ocehan Annabelle terhadap Aurora. “Annabelle, kamu ini kenapa? Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Dan ucapanmu barusan itu bisa membuat Aurora tidak enak hati, dengan kamu bicara seperti itu, kamu seperti iri kepada Aurora.” Ternyata perkataan tersebut memancing emosi Annabelle, “aduh apa sih Melody, akukan bicaranya sama Aurora, lagipula apa yang aku bicarakan benar, Aurora selalu baik-baik saja, buktinya aku tidak pernah mendengarnya mengeluh tentang masalah yang dihadapinya, tidak seperti aku yang setiap hari mempunyai masalah yang silih berganti. Hidupku terlalu rumit, bahkan aku muak dengan hidupku yang seperti ini. Dan kamu Melody, apa hidupmu sudah baik? Tidakkan?”
            Emosi Annabelle tersebut membuat Aurora geram, ia merasa bahwa Annabelle harus dinasehati, meskipun hasilnya akan membantu atau tidak, setidaknya Aurora sudah menasehati. “Oke Annabelle, sepertinya ada yang harus diperbaiki dari penilaianmu barusan… pertama, Melody hanya menegurmu  agar kamu tidak salah bicara kepada orang lain. Kedua, siapa bilang aku tidak punya masalah, aku punya banyak masalah, sungguh. Tapi aku tidak ingin menghabiskan waktuku untuk mengeluh, lebih baik aku menyelesaikan masalahku dibanding aku mengeluh kepada semua orang agar orang lain dapat mengetahui masalahku. Ketiga, pandangan hidupmu harus diubah, kenapa kamu selalu mengeluh ini itu? Rasanya kamu masih mempunyai banyak hal yang dapat disyukuri setiap hari bukan? Aku mengerti bahwa setiap pandangan hidup setiap orang berbeda-beda, contohnya kamu yang iri dengan kehidupan orang lain sampai-sampai kamu lupa kalau kamu sebenernya sudah hidup nikmat. Percayalah, setiap orang punya masalah, entah kecil atau besar, tapi apa kamu tahu bahwa semua masalah pasti bisa diselesaikan, Allah akan menguji hamba-Nya sesuai kemampuan hamba-Nya. Lalu untuk apa kamu bersusah payah mengeluh, memikirkan masalahmu sampai pusing, toh nanti juga pasti ada jalan keluar. Betulkan Melody?”
            Melody yang serius menyimak ucapan Aurora, langsung segera menjawab “betul betul betul… semuanya karena kamu mempersulit hidup kamu Annabelle…” Dan Annabellepun sedikit mengerti dan dapat merubah pandangan hidupnya, “jadi apa selama ini salah? Apa pandangan terhadap kehidupanku ini hanya membuat aku semakin terpuruk. Aku akui kamu memang benar Aurora, aku sadar setiap aku mempunyai masalah, aku akan berubah menjadi orang yang menyebalkan. Sepertinya aku harus berterimakasih kepada kalian berdua, aku mengerti sekarang. Terima kasih Aurora, Melody…”
            Melody dan Aurorapun hanya tersenyum membalas Annabelle, mereka senang bisa membantu sahabatnya agar menjalani hidupnya dengan lebih baik.
            Hening, dan tiba-tiba Aurora memecahkan keheningan tersebut “eh, ternyata sudah jam setengah tujuh nih.. sebaiknya kita cepat pulang. Tidak terasa sudah jam segini, ini gara-gara ceramahin Annabelle sih… hahaha”
            Akhirnya merekapun bergegas pulang kerumah masing-masing, mereka senang bahwa ada hikmah yang dapat dipetik dari kejadian tersebut. Alangkah indahnya apabila setiap manusia mempunyai pandangan hidup yang baik.


Sumber :
http://adisaputra-jiyeon.blogspot.com/2012/01/cerpen-tentang-tanggung-jawab.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar